Jumat, 11 Agustus 2017

Mengenal Keluarga Hafidz dari Pulau Nias (Tulisan ke-3)

Metamorfosa

Oleh: Susi Anggraini


Saat saya bertemu dengan Ibu Siti Hajar, saya bertanya banyak hal kepada beliau. Seperti bagaimana beliau mendidik anak-anaknya, apakah beliau adalah lulusan dari pondok pesantren tertentu, atau berasal dari keluarga santri, dsb.

Ibu Siti Hajarpun dengan gambalang menjelaskan tentang dirinya. "Saya bukanlah dari keluarga santri, juga bukan lulusan pesantren. Bahkan saya awal-awal menikah dulu tidak seperti ini, tutur bu Siti. Tidak ada saya dulu menutup aurat lengkap seperti ini. Kehidupan saya dulu, seperti orang awam pada umumnya. Pakaian biasa saja, tidak ada tutup kepala apalagi niqob (cadar). Sholatpun kadang dikerjakan, kadang juga tidak. Mendidik anak yang sudah ada dua orang tersebut dengan cara orang umumnya. Belajar baca, berhitung, bahasa Inggris. Tidak ada baca Alquran. Tidak ada kepikiran tentang agama ataupun kehidupan akhirat. Semuanya berpikir seperti orang yang tidak tau agama pada umumnya".

Lalu bagaimana semua mulai berubah? tanya saya. Beliau menjelaskan, semua bermula dari suaminya. Kisaran tahun 2002, suaminya bertemu dengan adik tingkatnya saat kuliah dulu. Rupanya sang teman ini, sedang dalam urusan dakwah di Pulau Nias untuk beberapa waktu. Akhirnya silaturahim sang teman suami dengan suaminya berlanjut menjadi proses hijrah untuk menjadi seorang muslim yang lebih baik. Hari-hari sang suamipun diwarnai dengan nilai-nilai Islam. Suaminya tidak pernah menyruhnya untuk menutup aurat dan sebagainya. Namun, malam-malam sang suami dihiasi doa dalam sholat malamnya, agar Allah membukakan jalan untuk istrinya yang belum menutup aurat.

Reaksi awal Ibu Siti Hajar terhadap doa sang suami dalam sholat malamnya, adalah rasa kesal dan tidak nyaman. Dia merasa tidak ada masalah dengan dirinya selama ini. Namun, Allah berkehendak lain.. perlahan hatinya mencair.. perlahan ia panjangkan bajunya, ia pakai songkok (Ciput) untuk menutup kepalanya. Ia rasa itu sudah cukup baik untuk menyambut doa sang suami.. Namun, sang suami masih saja berdoa agar Allah membukakan hati istrinya utnuk menutup aurat dengan lebih baik lagi.. setelah bertahun-tahun doa tersebut dilantunkan sang suami kepada Allah SWT, akhirnya Ibu Siti Hajar memutuskan menutup auratnya dengan sempurna.. Alhamdulillah..


Saya lalu teringat hadist Rasulullah saw yang menyatakan bahwa "Ibu adalah pendidik utama untuk anak-anaknya". Tapi menjadikan seorang perempuan dalam hal ini istri, agar menjadi pendidik terbaik untuk anak-anaknya adalah tugas dari seorang suami. Sebagaimana firman Allah SWT "Lelaki itu adalah pemimpin untuk wanitanya (istri dan anak-anaknya)".

Jadi untuk para ibu yang ingin anak-anaknya menjadi anak sholeh/sholehah, hafidz/hafidzah, itu bergantung pada usaha Anda sebagai seorang ibu. Dan untuk para Ayah, yang ingin keluarganya (istri dan anak-anak) menjadi keluarga yang membawa ketenangan, kebahagiaan, dan kesejukan.. maka semuanya bermula dari Anda sebagai seorang suami.


Siapkah Anda bermetamorfosa dari ulat yang rakus menjadi kupu-kupu yang indah...?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar