Metamorfosa
Oleh: Susi Anggraini
Saat saya bertemu dengan Ibu Siti Hajar, saya bertanya banyak hal kepada beliau. Seperti bagaimana beliau mendidik anak-anaknya, apakah beliau adalah lulusan dari pondok pesantren tertentu, atau berasal dari keluarga santri, dsb.
Ibu Siti Hajarpun dengan gambalang menjelaskan tentang dirinya. "Saya bukanlah dari keluarga santri, juga bukan lulusan pesantren. Bahkan saya awal-awal menikah dulu tidak seperti ini, tutur bu Siti. Tidak ada saya dulu menutup aurat lengkap seperti ini. Kehidupan saya dulu, seperti orang awam pada umumnya. Pakaian biasa saja, tidak ada tutup kepala apalagi niqob (cadar). Sholatpun kadang dikerjakan, kadang juga tidak. Mendidik anak yang sudah ada dua orang tersebut dengan cara orang umumnya. Belajar baca, berhitung, bahasa Inggris. Tidak ada baca Alquran. Tidak ada kepikiran tentang agama ataupun kehidupan akhirat. Semuanya berpikir seperti orang yang tidak tau agama pada umumnya".
Lalu bagaimana semua mulai berubah? tanya saya. Beliau menjelaskan, semua bermula dari suaminya. Kisaran tahun 2002, suaminya bertemu dengan adik tingkatnya saat kuliah dulu. Rupanya sang teman ini, sedang dalam urusan dakwah di Pulau Nias untuk beberapa waktu. Akhirnya silaturahim sang teman suami dengan suaminya berlanjut menjadi proses hijrah untuk menjadi seorang muslim yang lebih baik. Hari-hari sang suamipun diwarnai dengan nilai-nilai Islam. Suaminya tidak pernah menyruhnya untuk menutup aurat dan sebagainya. Namun, malam-malam sang suami dihiasi doa dalam sholat malamnya, agar Allah membukakan jalan untuk istrinya yang belum menutup aurat.
Reaksi awal Ibu Siti Hajar terhadap doa sang suami dalam sholat malamnya, adalah rasa kesal dan tidak nyaman. Dia merasa tidak ada masalah dengan dirinya selama ini. Namun, Allah berkehendak lain.. perlahan hatinya mencair.. perlahan ia panjangkan bajunya, ia pakai songkok (Ciput) untuk menutup kepalanya. Ia rasa itu sudah cukup baik untuk menyambut doa sang suami.. Namun, sang suami masih saja berdoa agar Allah membukakan hati istrinya utnuk menutup aurat dengan lebih baik lagi.. setelah bertahun-tahun doa tersebut dilantunkan sang suami kepada Allah SWT, akhirnya Ibu Siti Hajar memutuskan menutup auratnya dengan sempurna.. Alhamdulillah..
Saya lalu teringat hadist Rasulullah saw yang menyatakan bahwa "Ibu adalah pendidik utama untuk anak-anaknya". Tapi menjadikan seorang perempuan dalam hal ini istri, agar menjadi pendidik terbaik untuk anak-anaknya adalah tugas dari seorang suami. Sebagaimana firman Allah SWT "Lelaki itu adalah pemimpin untuk wanitanya (istri dan anak-anaknya)".
Jadi untuk para ibu yang ingin anak-anaknya menjadi anak sholeh/sholehah, hafidz/hafidzah, itu bergantung pada usaha Anda sebagai seorang ibu. Dan untuk para Ayah, yang ingin keluarganya (istri dan anak-anak) menjadi keluarga yang membawa ketenangan, kebahagiaan, dan kesejukan.. maka semuanya bermula dari Anda sebagai seorang suami.
Siapkah Anda bermetamorfosa dari ulat yang rakus menjadi kupu-kupu yang indah...?
Jumat, 11 Agustus 2017
Mengenal Keluarga Hafidz Dari Pulau Nias (Tulisan Ke-2)
Banyak Anak Itu Baik.. :)
oleh: Susi Anggraini
Saya sangat suka menonton program Hafidz Qur'an Indonesia yang ditayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta, setaip kali melihat anak-anak tersebut dengan baiknya membaca ayat-ayat Allah diusia yang sangat belia, sungguh membuat hati saya haru.. menjadi motivasi bagi saya dan anak saya dalam menghafal Alquran.
Menonton dan membaca tentang para hafidz cilik selalu memberi inspirasi bagi diri saya. Kali ini, Allah memberikan motivasi kepada saya dengan mengenal langsung para hafidz cilik.. bukan lagi melalui TV ataupun internet.. tapi Allah hadirkan langsung di depan mata saya.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Inilah profil singkat dari keluarga hafidz dari Pulau NIas, yang atas izin Allah saya bisa berinteraksi dengan mereka..
Ayah: Ramlan Dalimunte (Abdurrahim), lahir 4 Desember 1968
Ibu : Sri Mahrani Hasibuan (Siti Hajar), lahir 12 Maret 1978
Anak-anak:
1. Andriani Dalimunte (Fathimah), lahir 6 Juli 1998. Hafidz usia 12 tahun
2. Amin Rais (Abuzar), lahir 21 Oktober 1999. Hafidz usia 12 tahun
3. Muhammad Lutfi, lahir 4 Desember 2002. Hafidz usia 9 tahun
4. Ummu Kulsum, lahir 7 April 2004. Hafidz umur 9 tahun
5. Hasan Basri, lahir 30 Agustus 2006. Hafidz usia 8 tahun
6. Abdullah Zubair, lahir 20 November 2008. Hafidz usia 6 tahun. Saat ini, juga hafal lebih dari 400 hadist
7. Ahmad Hanzalah, lahir 19 Januari 2011. Hafal 19 juz
8. Muhammad Yusuf (alm), lahir 20 Oktober 2012. Wafat usia 1 tahun 10 bulan.
9. Aisyah, lahir 6 Agustus 2015.
Oya, ternyata ibu Siti Hajar berharap masih Allah karuniakan dua orang anak lagi.. Masya Allah..
Sepertinya program pemerintah dengan slogan "Dua anak lebih baik" tidak cocok untuk keluarga ini.. :)
Untuk keluarga ini lebih cocok dengan slogan "Banyak anak itu lebih baik.."
Anda pasti penasaran, apakah keluarga ini adalah keluarga yang kaya raya? Punya rumah mewah dengan beberapa pembantu yang siap dipanggil kapan saja? Atau uang milyaran rupiah untuk membiayai pendidikan anak-anaknya? Atau punya bisnis wisata di Pulau Nias yang merupakan salah satu destinasi andalan Sumatera Utara, sehingga bisa bepergian jauh?
Sedikit informasi tentang sang ayah, mungkin bisa menjawab rasa penasaran Anda.. :)
Bapak Ramlan Dalimunte, yang lebih suka dipanggil Abdurrahim, lahir dan besar di Deli Serdang. Pendidikan terakhir beliau adalah Diploma jurusan Sastra di slah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara. Pada tahun 1997, belaiu menikah dengan ibu Sri Mahrani yang lebih suka dipanggil Siti Hajar, kemudian mereka tinggal di medan.
Tahun 2000, mereka hijrah ke Pulau Nias karena Pak Abdurrahim ditugaskan menjadi guru di SMP Negeri Gunung Sitoli di Pulau Nias. Sejak tahun 2000 hingga 2013, beliau mengajar mata pelajaran sejarah di SMPN tersebut. Namun kemudian beliau memilih berhenti menjadi PNS, dan memilih untuk mengajar umat ini tentang agamanya.. Islam.
Terhitung sejak 2013, Pak Abdurrahim berhenti menjadi PNS. Namun, jauh ditahun-tahun sebelumnya.. proses hijrah dalam diri Pak Abdurrahim telah bermula.. kehidupan keluarga Pak Abdurrahim mulai berubah.. bak kupu-kupu.. ia bermetamorfosa..
oleh: Susi Anggraini
Saya sangat suka menonton program Hafidz Qur'an Indonesia yang ditayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta, setaip kali melihat anak-anak tersebut dengan baiknya membaca ayat-ayat Allah diusia yang sangat belia, sungguh membuat hati saya haru.. menjadi motivasi bagi saya dan anak saya dalam menghafal Alquran.
Menonton dan membaca tentang para hafidz cilik selalu memberi inspirasi bagi diri saya. Kali ini, Allah memberikan motivasi kepada saya dengan mengenal langsung para hafidz cilik.. bukan lagi melalui TV ataupun internet.. tapi Allah hadirkan langsung di depan mata saya.. Allahu Akbar.. Allahu Akbar..
Inilah profil singkat dari keluarga hafidz dari Pulau NIas, yang atas izin Allah saya bisa berinteraksi dengan mereka..
Ayah: Ramlan Dalimunte (Abdurrahim), lahir 4 Desember 1968
Ibu : Sri Mahrani Hasibuan (Siti Hajar), lahir 12 Maret 1978
Anak-anak:
1. Andriani Dalimunte (Fathimah), lahir 6 Juli 1998. Hafidz usia 12 tahun
2. Amin Rais (Abuzar), lahir 21 Oktober 1999. Hafidz usia 12 tahun
3. Muhammad Lutfi, lahir 4 Desember 2002. Hafidz usia 9 tahun
4. Ummu Kulsum, lahir 7 April 2004. Hafidz umur 9 tahun
5. Hasan Basri, lahir 30 Agustus 2006. Hafidz usia 8 tahun
6. Abdullah Zubair, lahir 20 November 2008. Hafidz usia 6 tahun. Saat ini, juga hafal lebih dari 400 hadist
7. Ahmad Hanzalah, lahir 19 Januari 2011. Hafal 19 juz
8. Muhammad Yusuf (alm), lahir 20 Oktober 2012. Wafat usia 1 tahun 10 bulan.
9. Aisyah, lahir 6 Agustus 2015.
Oya, ternyata ibu Siti Hajar berharap masih Allah karuniakan dua orang anak lagi.. Masya Allah..
Sepertinya program pemerintah dengan slogan "Dua anak lebih baik" tidak cocok untuk keluarga ini.. :)
Untuk keluarga ini lebih cocok dengan slogan "Banyak anak itu lebih baik.."
Anda pasti penasaran, apakah keluarga ini adalah keluarga yang kaya raya? Punya rumah mewah dengan beberapa pembantu yang siap dipanggil kapan saja? Atau uang milyaran rupiah untuk membiayai pendidikan anak-anaknya? Atau punya bisnis wisata di Pulau Nias yang merupakan salah satu destinasi andalan Sumatera Utara, sehingga bisa bepergian jauh?
Sedikit informasi tentang sang ayah, mungkin bisa menjawab rasa penasaran Anda.. :)
Bapak Ramlan Dalimunte, yang lebih suka dipanggil Abdurrahim, lahir dan besar di Deli Serdang. Pendidikan terakhir beliau adalah Diploma jurusan Sastra di slah satu perguruan tinggi di Sumatera Utara. Pada tahun 1997, belaiu menikah dengan ibu Sri Mahrani yang lebih suka dipanggil Siti Hajar, kemudian mereka tinggal di medan.
Tahun 2000, mereka hijrah ke Pulau Nias karena Pak Abdurrahim ditugaskan menjadi guru di SMP Negeri Gunung Sitoli di Pulau Nias. Sejak tahun 2000 hingga 2013, beliau mengajar mata pelajaran sejarah di SMPN tersebut. Namun kemudian beliau memilih berhenti menjadi PNS, dan memilih untuk mengajar umat ini tentang agamanya.. Islam.
Terhitung sejak 2013, Pak Abdurrahim berhenti menjadi PNS. Namun, jauh ditahun-tahun sebelumnya.. proses hijrah dalam diri Pak Abdurrahim telah bermula.. kehidupan keluarga Pak Abdurrahim mulai berubah.. bak kupu-kupu.. ia bermetamorfosa..
Mengenal Keluarga Hafidz Dari Pulau Nias (Tulisan ke-1)
Awal Yang Baik
Oleh Susi Anggraini
Malam terakhir Ramadhan tahun ini, terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya. Biasanya, shalat tarawih diimami oleh bapak-bapak yang umurnya kisaran 40 tahun ke atas. Tapi malam ini, tarawih di masjid An-Nahl di kompleks rumahku diimami oleh seorang anak yang berusia 10 tahun. Anak tersbut bernama Hasan Basri yang sudah hafal 30 juz Alqur'an. Bahkan telah hafal Alqur'an saat umurnya 8 tahun. Masya Allah..
Usai taraweh, kami berkesempatan mendengar tausyiah dari ayahnya Hasan Basri. Saya dan para jamaah sholat taraweh tentu saja penasaran bagaiman proses yang dijalani oleh Hasan Basri sehingga bisa hafidz di usia muda. Ternyata Hasan Basri adalah anak kelima dari sembilan bersaudara. Dari sembilan bersaudara tersebut, enam orang sudah hafidz. Bahkan putra yang keenam hafidz diusia enam tahun. Yang sangat istimewa dari keluarga ini adalah mereka semua menjadi hafidz bukan di pondok pesanteren, tapi di rumah.. ya di rumah.. Masya Allah..
Qodarullah, Allah menjadikan mereka hafidz melalui tangan ibu kandungnya. Tergambar bagaimana besarnya peran sang ibu dalam pendidikan mereka. Sang ayah bercerita bahwa ia seringkali meninggalkan rumah dalam waktu lama (beberapa minggu bahkan bulan). Namun hafalan anak-anaknya tidak terganggu, bahkan tetap berjalan dan bertambah beberapa juz. Ini adalah bukti bahwa sang ibu adalah pendidik utama di rumah mereka.
Rasa penasaran saya terus bergulir, bahkan membesar seperti bola salju.. Rasa penasaran saya sangat besar bukan hanya kepada Hasan Basri dan saudara-saudaranya, tapi justru kepada sosok perempuan luar biasa, yang begitu besar andilnya terhadap kesuksesan mereka menjadi para hufadz. Namun, saya tidak tau bagaimana caranya bisa bertemu dengan perempuan tersebut yang tinggalnya di tempat yang sangat jauh yaitu di Pulau Nias, Sumatera Utara.
Syawal, hari kedua.. Allah memberikan nikmat yang luar biasa kepada saya dan keluarga.. Allah hantarkan tamu mulia ke rumah saya.. Keluarga hafidz itu, hadir di rumah saya.. Saya tidak pernah mengira bahwa di rumah saya akan hadir para hufadz.. Ya, Hasan Basri dan keluarganya bersilaturahim ke rumah kami. Hasan Basri, dan dua saudaranya yang hafidz plus adiknya yang masih balita.. juga ayah dan ibunya.. ya ibunya Hasan Basri.. itulah perempuan yang saya sangat ingin bertemu dan ngobrol banyak dengannya.. akhirnya Allah jumpakan saya dengannya.. Alhamdulillah..Alhamdulillah... Allahu Akbar..
Saya tidak tau sebelumnya, kalau ternyata selama ini Hasan Basri datang ke Bandarlampung dengan semua anggota keluarganya. Dengan formasi lengkap :) .. Ayah, ibu, semua kakak dan adiknya. Mereka khusus datang untuk memotivasi kaum muslim untuk menjadi pencinta dan penghafal Alqur'an.. Masya Allah.. Keberadaan Hasan Basri dan saudaranya pun telah banyak diketahui oleh warga Bandarlampung, bahkan Hasan Basri menjadi undangan khusus dari Walikota Bandarlampung, Bpk. Herman HN. Juga, diundang untuk mengaji di acara khusus istri Gubernur Lampung. Hasan Basri juga menjadi imam tarawih dan sholat malam di beberapa masjid besar di Bandarlampung.
Kembali ke momemt perjumpaan saya dengan ibunda para hafidz.. tentu saja tak saya lewatkan begitu saja.. ada banyak hal yang saya bicarakan.. tepatnya saya tanyakan tantang dirinya, keluarganya, cara ia mendidik putra-putrinya.. Karena begitu banyak yang ingin saya tanyakan, maka perjumpaan pertama itu tidak memuaskan hati saya :). Sayapun berdoa kepada Allah agar bisa berjumpa lagi dengan ibunya para hafidz tersebut. Saya persiapkan dirinya saya dengan berbagai pertanyaaan yang akan saya ajukan kepada beliau. Alhamdulillah beberapa waktu kemudian Allah kabulkan doa saya.. Alhamdulillah..
Ada banyak ilmu yang saya dapatkan dari perjumpaan dengan ibundanya para hafidz.. dan saya tak akan sanggup menahannya sendiri.. jadi saya akan menuangkannya dalam tulisan-tulisan saya.. karena ada banyak bahasan, maka saya akan buat dalam beberapa tulisan terpisah.. semoga tulisan saya bisa Anda ambil manfaatnya..
Oleh Susi Anggraini
Malam terakhir Ramadhan tahun ini, terasa berbeda dari malam-malam sebelumnya. Biasanya, shalat tarawih diimami oleh bapak-bapak yang umurnya kisaran 40 tahun ke atas. Tapi malam ini, tarawih di masjid An-Nahl di kompleks rumahku diimami oleh seorang anak yang berusia 10 tahun. Anak tersbut bernama Hasan Basri yang sudah hafal 30 juz Alqur'an. Bahkan telah hafal Alqur'an saat umurnya 8 tahun. Masya Allah..
Usai taraweh, kami berkesempatan mendengar tausyiah dari ayahnya Hasan Basri. Saya dan para jamaah sholat taraweh tentu saja penasaran bagaiman proses yang dijalani oleh Hasan Basri sehingga bisa hafidz di usia muda. Ternyata Hasan Basri adalah anak kelima dari sembilan bersaudara. Dari sembilan bersaudara tersebut, enam orang sudah hafidz. Bahkan putra yang keenam hafidz diusia enam tahun. Yang sangat istimewa dari keluarga ini adalah mereka semua menjadi hafidz bukan di pondok pesanteren, tapi di rumah.. ya di rumah.. Masya Allah..
Qodarullah, Allah menjadikan mereka hafidz melalui tangan ibu kandungnya. Tergambar bagaimana besarnya peran sang ibu dalam pendidikan mereka. Sang ayah bercerita bahwa ia seringkali meninggalkan rumah dalam waktu lama (beberapa minggu bahkan bulan). Namun hafalan anak-anaknya tidak terganggu, bahkan tetap berjalan dan bertambah beberapa juz. Ini adalah bukti bahwa sang ibu adalah pendidik utama di rumah mereka.
Rasa penasaran saya terus bergulir, bahkan membesar seperti bola salju.. Rasa penasaran saya sangat besar bukan hanya kepada Hasan Basri dan saudara-saudaranya, tapi justru kepada sosok perempuan luar biasa, yang begitu besar andilnya terhadap kesuksesan mereka menjadi para hufadz. Namun, saya tidak tau bagaimana caranya bisa bertemu dengan perempuan tersebut yang tinggalnya di tempat yang sangat jauh yaitu di Pulau Nias, Sumatera Utara.
Syawal, hari kedua.. Allah memberikan nikmat yang luar biasa kepada saya dan keluarga.. Allah hantarkan tamu mulia ke rumah saya.. Keluarga hafidz itu, hadir di rumah saya.. Saya tidak pernah mengira bahwa di rumah saya akan hadir para hufadz.. Ya, Hasan Basri dan keluarganya bersilaturahim ke rumah kami. Hasan Basri, dan dua saudaranya yang hafidz plus adiknya yang masih balita.. juga ayah dan ibunya.. ya ibunya Hasan Basri.. itulah perempuan yang saya sangat ingin bertemu dan ngobrol banyak dengannya.. akhirnya Allah jumpakan saya dengannya.. Alhamdulillah..Alhamdulillah... Allahu Akbar..
Saya tidak tau sebelumnya, kalau ternyata selama ini Hasan Basri datang ke Bandarlampung dengan semua anggota keluarganya. Dengan formasi lengkap :) .. Ayah, ibu, semua kakak dan adiknya. Mereka khusus datang untuk memotivasi kaum muslim untuk menjadi pencinta dan penghafal Alqur'an.. Masya Allah.. Keberadaan Hasan Basri dan saudaranya pun telah banyak diketahui oleh warga Bandarlampung, bahkan Hasan Basri menjadi undangan khusus dari Walikota Bandarlampung, Bpk. Herman HN. Juga, diundang untuk mengaji di acara khusus istri Gubernur Lampung. Hasan Basri juga menjadi imam tarawih dan sholat malam di beberapa masjid besar di Bandarlampung.
Kembali ke momemt perjumpaan saya dengan ibunda para hafidz.. tentu saja tak saya lewatkan begitu saja.. ada banyak hal yang saya bicarakan.. tepatnya saya tanyakan tantang dirinya, keluarganya, cara ia mendidik putra-putrinya.. Karena begitu banyak yang ingin saya tanyakan, maka perjumpaan pertama itu tidak memuaskan hati saya :). Sayapun berdoa kepada Allah agar bisa berjumpa lagi dengan ibunya para hafidz tersebut. Saya persiapkan dirinya saya dengan berbagai pertanyaaan yang akan saya ajukan kepada beliau. Alhamdulillah beberapa waktu kemudian Allah kabulkan doa saya.. Alhamdulillah..
Ada banyak ilmu yang saya dapatkan dari perjumpaan dengan ibundanya para hafidz.. dan saya tak akan sanggup menahannya sendiri.. jadi saya akan menuangkannya dalam tulisan-tulisan saya.. karena ada banyak bahasan, maka saya akan buat dalam beberapa tulisan terpisah.. semoga tulisan saya bisa Anda ambil manfaatnya..
Langganan:
Postingan (Atom)