Ini merupakan tulisan saya, yang saya ambil dari fanpage saya: Catatan Bunda Ahmad (postingan 24 April 2016). Yang mau tengok fanpagenya, bisa klik https://www.facebook.com/Catatan-Bunda-Ahmad-977517865592279/
Peristiwa ini terjadi beberapa tahun yang lalu, waktu itu anak saya Ahmad berusia sekitar 4,5 tahun. Seperti biasa, sebelum tidur siang atau malam, dia minta dibacakan cerita. Entah mengapa, hari itu saya tergelitik untuk bercerita di luar kebiasaan saya. Sejak ia dalam kandungan, saya membiasakan bercerita yang bukan dongeng atau legenda. Tapi, hari itu saya memilih bercerita tentang “Batu Belah”. Keputusan yang akhirnya sangat saya sesali..
Cerita “Batu Belah” ada beberapa versi. Tapi semuanya punya inti cerita dan ending yang sama. Inti ceritanya tentang ibu yang kecewa terhadap anaknya karena sang anak tak mematuhi perintahnya. Ending cerita adalah sang ibu pergi ke Batu Belah, yaitu batu yang bisa terbelah (membuka) dan menelan orang yang masuk ke dalamnya. Yap, sang ibu memilih untuk masuk ke dalam batu dan meninggalkan sang anak sendirian.
Awalnya saya kira, cerita ini bisa mengajarkan kepada anak saya untuk mematuhi orang tua. Tapi nyatanya.. ending cerita yang lebih merasuk di anak saya. Belum sempat saya menyampaikan hikmah yang bisa diambil dari cerita Batu Belah.. anak saya sudah bertanya: “Ummi, batunya bisa muat untuk berapa orang..?” “Anak-anak bisa masuk juga gak.?. Berdesir darah saya mendengar pertanyaan anak saya. Pertanyaannya langsung membuat saya sadar bahwa betapa khawatirnya ia terhadap sang anak yang ditinggalkan ibunya. Selanjutnya saya menyadari bahwa cerita ini bisa membekas dalam pikirannya bahwa suatu saat umminya bisa meninggalkannya seperti kisah dalam Batu Belah. Tanpa menunggu, langsung saat itu juga saya memeluknya dan meminta maaf.. “Maaf ya nak, maafkan ummi.. Ummi telah salah memilih cerita.. Cerita itu cerita bohong.. gak ada ibu yang meninggalkan anaknya seperti itu.. Ummi gak akan pernah meninggalkan Ahmad seperti itu.. Ummi sayang Ahmad..” Kalimat –kalimat ini terus saya katakan padanya sampai ia tenang dan akhirnya tertidur. Tapi ini belum berakhir.. beberapa hari kemudian Ahmad masih sering bertanya tentang Batu Belah.. masih dengan pertanyaan yang sama.. pertanyaan-pertanyaan itu baru hilang setelah beberapa bulan kemudian..
Sejak malam itu, saya bulatkan tekad untuk hanya menyampaikan cerita-cerita yang membangun jiwa positif (berkarakter) pada diri anak saya. Tidak akan pernah ada lagi dalam moment bercerita saya tentang Batu Belah dan cerita-certia serupa.. Walaupun untuk mendapatkan cerita-cerita yang berkarakter membutuhkan biaya yang lumayan besar.. It’s OK.. karena sesungguhnya ini bukan sekedar moment bercerita.. tapi ini adalah proses membangun peradaban untuk anak saya tercinta..
Beberapa buku yang saya pilih untuk saya ceritakan kepada anak saya adalah tulisan dari kak Eka Wardhana seperti Muhammad Teladanku (Sygma Daya Insani), Kisah Para Sahabat (Rumah Pensil), dan Asmaul Husna (Rumah Pensil)..
Mari Ayah Bunda.. kita bijak dalam memilih cerita untuk buah hati kita..
*yang setuju boleh share.. jangan lupa sertakan sumbernya ya ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar