Selasa, 07 April 2015

Menuju Masyarakat Pembelajar

Setelah beberapa waktu saya merehatkan laptop saya, sekarang waktunya untuk laptop saya beraksi lagi.. Tujuan utama saya membuka laptop adalah meninjau blog yang sudah cukup lama tidak saya tengok (sorry yach...), untuk kemudian menuliskan beberapa paragraf di dalamnya untuk mengasah keterampilan menulis saya yang memang belum tajam (harap maklum...he..he).

Berhubung saya baru saja membaca ulang buku "Revolusi Cara Belajar', maka kali ini saya akan menuangkan ketertarikan saya terhadap salah satu bagian dalam buku tersebut. Dalam buku yang ditulis oleh Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos tersebut membahas tentang bagaimana suatu masyarakat bisa melakukan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Kata masyarakat saya cetak tebal untuk mengingatkan saya bahwa perubahan yang dilakukan secara massiv akan memberikan daya dorong yang besar terhadap suatu perubahan. Tentulah dalam setiap perubahan membutuhkan pelopor, yang memiliki energi yang besar untuk bisa menggerakkan masyarakat melakukan perubahan (insya Allah lain waktu saya akan menulis tentang karakteristik pelopor perubahan..doakan ya :) ). Bicara tentang perubahan, tentulah perubahan yang kita harapkan adalah perubahan yang positif. Perubahan yang menjadikan kualitas kehidupan kita menjadi lebih baik.

Untuk bisa mewujudkan perubahan, masyarakat harus melalui proses pembelajaran. Di mana proses pembelajaran ini berlangsung secara terus menerus dan dilakukan di setiap aspek yang saling berkaitan. Di dalam buku Revolusi Cara Belajar ini disampaikan setidaknya ada 13 langkah yang dibutuhkan yang saling berkaitan untuk mencapai masyarakat pembelajar (kali ini saya tulis 5 dulu..)

1. Peran baru komunikasi elektronik
Saat ini komunikasi elektronik tidak lagi televisi dan radio, tetapi berkembang lebih luas dengan adanya internet. Jaringan komunikasi menjadi lebih instan dan interaktif.

Saya jadi ingat tahun 1980-1990an, saat itu dalam sebulan tukang pos bisa beberapa kali datang ke rumah orangtua saya untuk mengantarkan surat dari kakak saya yang kuliah di luar kota atau dari kakek saya yang ada di kampung. Tapi sekarang, dalam setahun bisa dihitung berapa kali tukang pos datang ke rumah. Terlebih sekarang untuk berbagi informasi tidak hanya bisa dengan sarana telefon, tapi juga bisa melalui jejaring sosial seperti facebook, twitter, dsb. Bahkan sebagian orang bisa menghasilkan uang melalui internet.

Untuk para pelajar, belajar tidak lagi terbatas pada buku-buku teks book. Mereka bisa mencari informasi yang lebih banyak melalui internet, bisa mengakses materi pelajaran selama 7 hari dalam seminggu, 24 jam sehari, di mana saja dan kapan saja. Sehingga jika kita tidak memanfaatkan komunikasi elektronik dalam pendidikan kita, maka kita akan seperti nenek moyang kita yang masih menggosok-gosokkan batang kayu untuk membuat api :)

2. Pelajari komputer dan internet
Di era teknologi, menjadi tuntutan zaman untuk para pembelajar mengenal dan belajar komputer dan internet.

Menurut saya, dalam hal ini diperlukan juga kearifan jiwa sehingga bisa memilah milih hal-hal yang kita temui saat berinteraksi dengan dunia maya.

3. Perombakan dramatis dalam pendidikan orangtua
Sebagian besar peneliti tentang otak berkesimpulan bahwa 50% kemampuan belajar manusia berkembang dalam usia empat tahun pertama. Itu bukan berarti 50% pengetahuan dan kebijaksanaan, melainkan pada tahun-tahun awal itu otak bayi membentuk 50% koneksi-koneksi sel otak utama (jalur-jalur yang siap menyimpan semua pengetahuan di masa depan).

Dengan demikian, rumahlah (bukan sekolah) yang menjadi lembaga pendidikan terpenting. Sehingga orangtualah (bukan guru) yang berperan sebagai pendidik pertama dan utama.

Saya jadi ingat hadist yang berbunyi: al-ummahatu al-madrasatu al-ula. Kira-kira artinya bahwa seorang ibu adalah pendidik utama bagi anak-anaknya. (Kalau ada yang salah, mohon dikoreksi ya..)

Tapi hadist ini tidak melepaskan tanggung jawab seorang ayah untuk mendidik anaknya. Kalau yang saya pahami, seorang istri (ibu) bisa memiliki kemampuan yang baik dalam mendidik anak-anaknya bila ia didampingi (dibimbing) oleh seorang suami (ayah) yang memiliki pemahaman yang baik tentang mendidik anak-anaknya.

Sehingga, perlu bagi para orangtua (suami dan istri) dan calon orangtua (bujang atau gadis) untuk belajar tentang parenting skill.

4. Prioritas Layanan Kesehatan bagi Anak-anak
Profesor Michael Crawford, peneliti dan ilmuwan asal Inggris, melakukan penelitian selama sepuluh tahun tentang pengaturan makanan pada perempuan hamil dan bayinya. Hasilnya mengejutkan, betapa besarnya ketidakpedulian para ibu terhadap pengaruh gizi bagi pertumbuhan otak bayinya terutama selama bayi dalam kandungan.

Di negara kaya seperti Amerika dan Selandia Baru sekalipun, hampir 20% anak-anak menderita infeksi telinga. Jika tidak diambil tindakan, penyakit ini bisa mengakibatkan kopokan/congekan (saluran telinga terhalang oleh cairan lengket seperti lem) dan berujung pada kehilangan pendengaran. Tentu hal ini akan menghambat proses belajar anak-anak, dan itu berarti terhambatnya perkembangan kemampuannya.

Saya langsung merenung.. bagaimana dengan negeriku, Indonesia?

5. Program Pengembangan Anak-anak
Sebagian besar subsidi pendidikan yang diberikan oleh pemerintah ditujukan bagi siswa sekolah menengah dan lanjutan. Untuk mendapatkan generasi yang berkualitas, seharusnya subsidi terbesar diberikan kepada siswa sekolah dasar bahkan siswa pada pendidikan usia dini. Karena bila pondasi dasar pendidikan berkualitas, maka akan lebih mudah dalam tahap pendidikan selanjutnya.

Saya membayangkan bagaimana majunya Indonesia jika anak-anak mudanya terdidik dengan kualitas yang baik. Juga memiliki kreativitas yang tinggi. Tentu dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dengan sebagian besar penduduknya yang produktif dan terdidik maka saya meyakini negara lain tidak akan memandang remeh Indonesia.

Saya akan bersabar menunggu hal tersebut menjadi kenyataan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar